Banyak orangtua saat ini yang alergi ketika anaknya meminta dinikahkan. Anak disuruh cari kerja dulu supaya menabung yang banyak, disuruh menunggu sampai usia menjelang 30, dan secara tak langsung telah disuruh mengabaikan syahwat yang tengah bergejolak.
Akhirnya mayoritas anak muda yang belum dapat izin menikah lebih memilih pacaran, kemudian tidak sedikit yang jatuh kepada lembah perzinaan.
Sebagai orangtua, kita tidak boleh abai pada kebutuhan biologis putra-putri yang sudah beranjak dewasa. Bahkan Rasulullah pun menyuruh para pemuda yang telah sanggup menikah untuk segera berumahtangga karena dapat menjaga kehormatan dan memelihara kemaluan.
"Wahai sekalian pemuda! Siapa di antara kalian yang sudah sanggup berkeluarga maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menjaga pandangan dan memelihara syahwat (kemaluan). Dan siapa yang belum sanggup (menikah), maka hendaklah ia berpuasa karena itu meredakan (syahwat)." (Al hadits)
Ketika putra-putri meminta izin menikah, ada baiknya orangtua menyelidiki lebih jauh kondisi anaknya tersebut. Apakah sudah sangat darurat harus dinikahkan?
Misalnya ia sudah punya calon, sudah memiliki penghasilan meski belum punya banyak tabungan, dan ia sudah amat gelisah tak sanggup menahan syahwatnya.
Kalau sudah posisi darurat namun orangtua tak mau tahu, sama saja seperti menggiring anak ke dalam lembah zina.
Bukankah menikah adalah pilihan yang lebih baik daripada berpacaran dan semisalnya? Seseorang bisa dewasa dan matang karena adanya keberanian untuk bertanggungjawab dan menghadapi berbagai persoalan dalam rumah tangga.
Mengapa orangtua lebih mengizinkan anak berpacaran darpada menikah? Siapkah untuk ikut menanggung dosa dan penderitaan anak kita dunia akhirat?
Semoga artikel singkat ini bisa menjadi pengingat.